KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA
Dalam membahas tema di atas, setidaknya terdapat dua istilah kunci, yaitu kata Islam dan kata ‘Kerukunan Antar Umat Beragama’. Islam adalah Agama yang diturunkan Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW untuk disampaikan kepada seluruh umat manusia untuk kebahagian mereka di dunia dan di akhirat.
Kata Islam terambil dari kata ‘salima’ yang bermakna ‘selamat sejahtera’, dan setelah dibentuk menjadi ‘aslama’ yang berarti ‘ menjadikan selamat sejahtera’. Kata ini juga memiliki makna ‘menyerahkan diri kepada peraturan dan kemauan Allah’, karena ia diturunkan dan bersumber dari Allah SWT. Dari makna ini sebenarnya Islam bukanlah suatu agama baru. Semua agama-agama yang dibawa oleh para Nabi-Nabi sebelum Nabi Muhammad SAW juga adalah agama yang pada prinsipnya mengajarkan untuk meng-Esakan Allah SWT, beriman kepada zat dan sifat-sifatNya, beriman kepada kitab-kitabNya, beriman kepada rasul-rasul dan hari akhirat, serta mentaati seluruh perintah Nya dan larangan Nya. Q.surah 42 asy Syura ayat 13. Jika kemudian timbulnya agama-agama di luar Islam, hal itu disebabkan para ahli-ahli kitab mereka berselisih tentang kebenaran al Qur’an, yang berakibat timbulnya perpecahan dikalangan mereka. Sebagian dari mereka yang yakin, masuk kedalam Islam, sebagian yang lain menentang keras, bahkan memusuhi dan memerangi umat Islam.
Islam adalah agama rahmatal lil’alamin, yaitu suatu agama yang memberikan kesejukan, kedamaian, keselamatan, dan kesejahteraan tidak hanya kepada pemeluknya, tetapi juga kepada umat lain, bahkan kepada seluruh makhluk dan alam semesta. Sebagai agama rahmatal lil’alamin, ia mengajarkan kepada umat manusia bagaimana menghadapi dan melaksanakan kehidupan yang bersifat pluralistik. Historis keberagamaan Islam pada era kenabian Muhammad SAW, masyarakat religius telah terbentuk dan telah pula menjadi kesadaran umum pada saat itu.
Dalam kehidupan yang plural, Islam mengajarkan setidaknya empat hal pokok, pertama, sebagai agama tauhid, Islam mengajarkan adanya kesatuan penciptaan yaitu Allah SWT. Kedua, Sebagai agama tauhid, Islam mengajarkan kesatuan kemanusiaan. Ketiga, sebagai agama tauhid Islam mengajarkan kesatuan petunjuk, yaitu al Qur’an dan Sunnah Nabi SAW. Keempat, sebagai konsekwensi logis dari ketiga pokok tersebut, maka bagi umat manusia hanya ada satu tujuan dan makna hidup yaitu kebahagian di dunia dan kebahagian di akhirat.
Untuk mewujudkan kesatuan fundamental tersebut, maka setiap individu muslim harus berpegang teguh pada ajaran agamanya dengan jalan mentaati peraturan-peraturan Allah yang dirumuskan di dalam al Qur’an dan Sunnah Rasulullah SAW.
Terjadinya peristiwa penusukan terhadap Asia Sihombing dan Tiur Lindah (pengurus Gereja HKBP Bekasi), bukan merupakan tindakan spontan yang dilakukan oleh 10 pelaku. Artinya, para pelaku penusukan dan pemukulan itu bukan disebabkan rasa iri dan dengki melihat orang lain melakukan ibadah sesuai keyakinannya, tetapi lebih disebabkan ekses dari tidak dipenuhinya peraturan pemerintah yang dituang dalam Peraturan Bersama Menteri- bahwa untuk membangun sebuah rumah ibadah harus memenuhi kretaria yang telah baku di negri ini, yang ketentuannya juga disepakati oleh seluruh pimpinan agama-agama yang ada di negri ini, termasuk pimpinan Gereja HKBP. Jika kemudian tidak atau belum terpenuhinya Peraturan Bersama Menteri yang tertuang dalam Nomor 8 dan Nomor 9 tentang kerukunan dan keharmonisan antar umat beragama, seharusnya pimpinan Gereja HKBP dan jemaatnya tidak secara emosional dan memaksakan diri melangsungkan kebaktiannya setiap minggu di pemukiman yang penduduknya mayoritas beragama Islam.
Semua orang di Negara ini, dijamin keberagamaannya, tapi tidak lantas semaunya, yang kemudian secara massal melakukan kebaktian di pemukiman yang pemeluk nya berlainan agama. Pemaksaan pelaksanaan peribadatan seperti itu menunjukkan arogansi agama, yang tidak cuma menganggap remeh agama lain, tetapi juga melecehkan pemerintah dengan tidak mengacuhkan peraturan yang sudah disepakati bersama.
Mungkin masih segar dalam ingatan setiap individu muslim di negri ini, ketika Arswendo, melecehkan Nabi Muhammad SAW lewat angket yang dibuatnya, kemudian diterbitkan Tabloid Monitor pada tahun 1990. Peristiwa itu kemudian menguak dan merembet ke soal hubungan antara Islam-Kristen Protestan/Katolik di Indonesia. Selama itu banyak kalangan menilai hubungan kedua agama itu sedang aman-aman saja. Namun dipihak lain menilai bahwa ada semacam mesin penggerak di balik sikap seorang figure (tokoh) yang wujud akhirnya melahirkan angket tersebut dan meletakkan Nabi Muhammad SAW di bawah tokoh –tokoh abad 20.
Secara hakiki, tidak ada satu agama di dunia ini yang lahir untuk bermusuhan, menghina, mengejek, menjelek-jelekkan agama lain, atau menganggap orang lain adalah domba-domba sesat. Tapi seperti disebutkan di atas, dari rasa superioritas, kepongahan dan merasa lebih hebat, kemudian penganut suatu agama tega menghina penganut agama lain, tanpa alasan yang jelas, apalagi berdasar ajaran suci agama itu.
Dari sinilah biasanya terjadi pertentangan secara terbuka antar pemeluk agama. Bagi kalangan yang berkepala dingin dan berpikiran jernih mungkin tidak habis mengerti, mengapa hal seperti ini masih saja terjadi dan masih tidak malu dilakukan pada manusia berbudaya, di zaman global dan dalam alam yang memerlukan suasana persaudaraan yang hangat untuk menyongsong berbagai tantangan kemanusiaan yang semakin berat, masa kini dan masa datang.
Ayat pembuka di atas menunjukkan betapa terbuka nya Islam kepada pemeluk agama lain. Sebagaimana diriwayatkan, bahwa Nabi SAW pada tahun perdamaian Hudaibiyah memerintahkan Ali bin Abi Thalib untuk menulis perdamaian, yangdi mulai dengan kalimat Bismillah, dan menuliskan perjanjian perdamaian yang disepakati antara Nabi Muhammad SAW dengan Suhail ibnu Amar. Isi perjanjian itu menyepakati untuk menghentikan peperangan selama 10 tahun, yang di dalamnya orang-orang merasa aman, tidak meyerang sebagian yang lain dengan syarat barangsiapa yang datang kepada Nabi dari kaum Quraisy tanpa izin walinya, maka Nabi mengembalikan orang tersebut kepada kaum Quraisy. Dan barangsiapa yang datang kepada Quraisy dari umat Islam, maka kaum Quraisy tidak mengembalikan orang tersebut kepada Nabi.
Kerukunan antar umat beragama di negri ini akan bisa terlaksana dengan baik, bila semua pimpinan agama dan umatnya masing-masing mau menahan diri. Tidak merasa lebih hebat dari umat lainnya. Namun apabila pemaksaan kehendak dan merasa superior, maka hal itulah yang membuat tidak rukunnya umat beragama. Bukankah kata rukun itu bermakna ‘satu hati’ untuk saling menghargai dan menghormati yang lain. Demikian juga dengan pimpinan Gereja di jalan Durung N0 61 kelurahan Sidorejo Kecamatan Medan Tembung, seharus nya mau bercermin dari kejadian di Bekasi itu. Toh umat Islam yang mayoritas di tempat itu tidak pernah mengeluarkan rekomendasi agar rumah tersebut dijadikan tempat kebaktian. Untuk itu pemerintah dan MUI harus segera turun tangan sebelum hal-hal yang tidak diinginkan terjadi. Tulisan ini pun dimuat atas permintaan dan desakan masyarakat muslim yang ada di sekitar jalan Durung.
Wallahu a’lam.
Ini merupakan kondisi sosial yang memungkinkan semua golongan agama bisa hidup bersama-sama tanpa mengurangi hak azasi masing-masing untuk melaksanakan kewajiban agamanya. Konsep hidup beragama yang digunakan pemerintah mencakup tiga kerukunan, yakni kerukunan intern umat beragama, kerukunan antar umat beragama dan kerukunan antara umat beragama dengan pemerintah.
Konsep kerukunan antar umat beragama muncul dengan latar belakang beberapa peristiwa yang menimbulkan konflik antar umat beragama. Berbagai peristiwa konflik muncul pada tahun 1960-an, seperti pendirian gereja oleh umat Kristen di perkampungan miskin di Meulaboh, Aceh Barat.
Banyak kasus lain yang menyulut konflik antara umat Islam dan Kristen, seperti peristiwa di Slipi (Jakarta Barat), di Pulau Banyak (Jakarta), peristiwa Manado, peristiwa Flores, peristiwa Donggo (Kabupaten Bima), dan banyak lagi.
Dari kejadian-kejadian tersebut, pemerintah mengambil inisiatif agar diadakan musyawarah antar agama yang dilaksanakan pada tanggal 30 Nopember 1967. Dalam kesempatan ini, Presiden Soeharto menyatakan, ”Secara jujur dan dengan hati terbuka, kita harus berani mengakui, bahwa musyawarah antar agama ini justru diadakan oleh karena timbul berbagai gejala di beberapa daerah yang mengarah pada pertentangan agama.”
Musyawarah antar agama ini dihadiri oleh pemuka agama Islam, Protestan, Katolik, Budha dan Hindu. Dalam musyawarah itu, pemerintah mengusulkan dibentuknya Badan Konsultasi Antar Agama dan ditandatangani bersama suatu piagam yang isinya antara lain, ”Menerima anjuran Presiden agar tidak menjadikan umat yang sudah beragama sebagai sasaran penyebaran agama lain.”
Badan Konsultasi Antar Agama berhasil dibentuk, tetapi musyawarah tidak dapat menyepakati penandatangangan piagam yang telah diusulkan pemerintah. Pihak Kristen merasa berkeberatan sebab piagam tersebut dianggap bertentangan dengan kebebasan penyebaran Injil.
Sekalipun begitu, pemerintah mulai tingkat pusat hingga daerah, terus berusaha menumbuhkan saling pengertian atau kerukunan antar umat beragama dan melaukan dialog antar agama yang disponsori Departemen Agama (Depag).
Setelah melalui proses panjang, maka melalui Keputusan Menteri Agama Nomor 35/1980 tanggal 30 Juni 1980, dibentuklah forum Konsultasi Antar Umat Beragama yang bernama ‘Wadah Musyawarah Umat Beragama’. Keanggotaan wadah ini antara lain Majelis Ulama Indonesia (MUI), Dewan Gereja Indonesia (DGI), Majelis Agung Wali Gereja Indonesia (MAWI), Parisada Hindu Dharma Pusat (PHDP), dan Perwalian Umat Budha Indonesia (Walubi). yus/disarikan dari buku Ensiklopedi Islam terbitan PT Ikhtiar Baru van Hoeve, Jakarta
Agama sekarang ini bisa menjadi sesuatu yang amat berbahaya jika tidak dikritisi dengan seksama. Agama yang pada awalnya diperuntukkan bagi pendewasaan diri umatnya –termasuk di dalamnya adalah pengendalian diri –malah menjadi salah satu pemicu kericuhan dalam masyarakat yang seringkali berakhir dengan tindakan-tindakan yang sifatnya anarkis.
Menurut pandangan penulis, ini semua tidak lain disebabkan oleh rasa bangga yang berlebihan yang ada dalam diri umat dari masing-masing agama. Para pemeluk agama tersebut merasa bahwa agamanyalah yang paling benar dan agama-agama yang lain adalah salah –bahkan secara ekstrim bisa dikategorikan sebagai ajaran sesat.
Sikap hidup beragama seperti ini tentunya sangatlah tidak kontekstual dengan kondisi masyarakat kita yang kian hari kian heterogen dan plural.
Bahkan kalau dilihat dengan seksama, ternyata dalam tubuh masing-masing agama sendiri muncul dan berkembang berbagai aliran yang berbeda. Misalkan saja Nahdatul Ulama dan Muhammadiyah dalam agama Islam; atau Calvinis, Injili, dan Karismatik yang terdapat pada agama Kristen.
Menurut penulis, untuk menghadapi situasi demikian sangatlah diperlukan adanya suatu upaya untuk membuka wawasan pada masyarakat, khususnya pada kaum muda –para siswa sekolah –karena merakalah yang nantinya akan menentukan nasib dan arah bangsa kita.
Pemerintah sendiri sudah mencoba mensiasati hal tersebut dengan memasukkan materi kerukanan antar umat beragama dalam kurikulum pendidikan sekolah. Tapi sayangnya sesuatu yang dimasukkan dalam kurikulum resmi pada pelaksanaanya malah terjebak dalam tataran teori yang tidak ada realisasi tindakan yang nyata.
Nah pada kesempatan kali ini penulis mencoba memberikan solusi mengenai bentuk materi pengajaran yang bisa diterapkan di sekolah untuk menunjang kerukunan antar umat beragama.
Alangkah menariknya bila materi tentang kerukunan antar umat beragama dikemas dalam bentuk dialog. Dalam dialog ini masing-masing siswa yang memeluk agama yang berbeda belajar untuk saling berbagi pengalaman tentang kehidupan beragama yang mereka anut. Sebagai contoh siswa yang beragama Hindu bisa berbagi pengalaman mereka ketika merayakan hari raya Galungan atau ketika umat muslim menjalani ibadh sholat tahajut. Dari hasil berbagi pengalaman tersebut tentunya akan muncul sejumlah pertanyaan-pertanyaan terkait dengan ritual maupun makna dari perayaan tersebut yang nantinya akan mengarah pada dialog yang sangat menarik. Kegiatan seperti ini tentunya akan melatih para siswa sekolah sedini mungkin untuk mulai membuka diri terhadap adanya ajaran agama lain di luar dari mereka anut yang nantinya juga akan disusul dengan rasa saling menghargai ajaran-ajaran agama tersebut. Dialog semacam ini akan membuka wawasan siswa bahwa keberadaan agama sendiri adalah sebagai sarana untuk mendewasakan manusia dan meningkatkan kualitas hidup bersama; dan bukannya malah terjebak dalam aksi saling menjelek-jelekan ajaran agama di luar yang mereka anut.
Biarlah kiranya perbedaan yang ada menjadikan hidup kita lebih semarak dan kaya makna. Dan biarlah kiranya damai di bumi benar-benar bisa dirasakan dalam kehidupan antar umat beragama dalam kontenks masyarakat yang majemuk ini.
PENDAHULUAN
Sejak dulu di Negara Indonesia, hokum islam memegang peranan yang sangat penting dalam pembentukan hokum di Indonesia selain hokum belanda yang berlaku saat ini. Setelah Indonesia berusia 60 tahun dan telah mengalami 6 kali pergantian presiden, hokum islam tetap di pakai dibeberapa bidang hukumdisamping hokum belanda tentunya. Seperti yang kita ketahui tentunya, gelombang reformasi yang menyapu seluruh kawasan Indonesia sejak kejatuhan suharto banyak memunculkan kembali lembaran sejarah masa lalu Indonesia. Salah satunya yang hingga hari ini menjadi sorotan adalah tuntutan untuk kembali kepada syari’at islam, atau hokum islam yang kemudian mrngundang beragam kontroversi di Indonesia. Kalau kita lihat lembarab sejarah Indonesia, salah satu factor pemicunya adalah tuntutan untuk mengembalikan tujuh kata bersejarah yang tadinya terdapat dalam pembukaan atau mukadimmah konstitusi Indonesia yang dirumuskan oleh para pendiri Indonesia.
Nilai moral agama bagi bangsa Indonesia adalah segala sesuatu atau ketentuan yang mengandung petunjuk dan pedoman bagi manusia dalam hidupnya menurut moral agama. Contohnya petunjuk dan pedoman bagi manusia dalam hidup bermasyarakat dan bernegara. Sebagai bangsa yang mempunyai multi agama, keaneragaman perilaku dan adapt istiadat membuat masyarakat Indonesia mempunyai watak yang dipengaruhi oleh agama yang mereka anut. Sikap toleransi terus tumbuh dan berkembang dalam jiwa dan perilaku sehari-hari. Adanya kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan ajaran masing-masing, adalah bukti dan kenyataan yang ada dalam masyarakat.
Mempelajari dan mendalami nilai moral agama dan kerukunan antar umat beragama merupakan kewajiban setiap pemeluk agama baik laki-laki maupun perempuan, agar dalam kehidupan dapat melaksanakan perannya sebagai manusia. Oleh karena itu, manusia manusia dalam hidupnya harus selalu berusaha untuk menjadikan seluruh hidupnya sebagai wujud ibadah kepada Tuhan YME. Ibadah dalam arti pengabdian yang bertujuan mencari ridho Allah SWT akan dapat dilaksanakan secara baik dan benar apabila didasari dengan pengetahuan agama, agar tercipta juga kerukunan antar umat beragama di Negara Indonesia.
KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA
Kerukunan dalam kehidupan akan dapat melahirkan karya – karya besar yang bermanfaat dalam memenuhi kebutuhan hidup. Sebaliknya konflik pertikaian dapat menimbulkan kerusakan di bumi. Manusia sebagai mahkluk social membutuhkan keberadaan orang lain dan hal ini akan dapat terpenuhi jika nilai-nilai kerukunan tumbuh dan berkembang ditengah-tengah masyarakat. Kerukunan dapat diklasifikan menjadi dua yaitu kerukunan antar umat islam dan kerukunan antar umat baragama atau antar umat manusia pada umumnya.
Kerukunan antar umat islam didasarkan pada akidah islamnya dan pemenuhan kebutuhan social yang digambar kan bagaikan satu bangunan, dimana umat islam satu sama lain saling menguatkan dan juga digambarkan seperti satu tubuh;jika ada bagian tubuh yang sakit maka seluruh anggota tuybuh merasakan sakit. Hal ini berbeda dengan kerukunan antar umat beragama atau umat manusia pada umumnya. Kerukunan antar umat beragama didasarkan pada kebutuhan social dimana satu sama lain saling membutuhkan agar kebutuhan-kebutuhan hidup dapat ter penuhi. Kerukunan antar umat manusia pada umumnya baik seagama maupun luar agama dapat diwujudkan apabila satu sama lain dapat saling menghormati dan menghargai.
Dalam ajaran islam seorang muslim tidak dibolehkan mencacimaki orang tuanya sendiri. Artinya jika seseorang mencacimaki orang tua saudaranya, maka orang tuanya pun akan dibalas oleh saudaranya untuk dicaci maki. Demikian pula mencaci maki tuhan atau peribadatan agama lain, maka akibatnya pemeluk agama lain pun akan mecaci maki tuhan kita. Sejalan dengan agama ini agar pemeluk agama lain pun menghargai dan menghormati agama islam.
PENGERTIAN KERUKUNAN UMAT BERAGAMA
Kerukunan umat bragama yaitu hubungan sesame umat beragama yang dilandasi dengan toleransi, saling pengertian, saling menghormati, saling menghargai dalam kesetaraan pengamalan ajaran agamanya dan kerja sama dalam kehidupan masyarakat dan bernegara. Umat beragama dan pemerintah harus melakukan upaya bersama dalam memelihara kerukunan umat beragama, di bidang pelayanan, pengaturan dan pemberdayaan. Sebagai contoh yaitu dalam mendirikan rumah ibadah harus memperhatikan pertimbangan Ormas keagamaan yang berbadan hokum dan telah terdaftar di pemerintah daerah.
Pemeliharaan kerukunan umat beragama baik di tingkat Daerah, Provinsi, maupun Negara pusat merupakan kewajiban seluruh warga Negara beserta instansi pemerinth lainnya. Lingkup ketentraman dan ketertiban termasuk memfalisitasi terwujudnya kerukunan umat beragama, mengkoordinasi kegiatan instnsi vertical, menumbuh kembangkan keharmonisan saling pengertian, saling menghormati, saling percaya diantara umat beragama, bahkan menerbitkan rumah ibadah.
Sesuai dengan tingkatannya Forum Krukunan Umat Beragama dibentuk di Provinsi dan Kabupaten. Dengan hubungan yang bersifat konsultatif gengan tugas melakukan dialog dengan pemuka agama dan tokoh-tokoh masyarakat, menampung aspirasi Ormas keagamaan dan aspirasi masyarakat, menyalurkan aspirasi dalam bentuk rekomendasi sebagai bahan kebijakan.
Kerukunan antar umat beragama dapat diwujdkan dengan;
1. Saling tenggang rasa, saling menghargai, toleransi antar umat beragama
2. Tidak memaksakan seseorang untuk memeluk agama tertentu
3. Melaksanakan ibadah sesuai agamanya, dan
4. Mematuhi peraturan keagamaan baik dalam Agamanya maupun peraturan.
Dengan demikian akan dapat tercipta keamanan dan ketertiban antar umat beragama, ketentraman dan kenyamanan di lingkungan masyarakat berbangsa dan bernegara.
PENGERTIAN KERUKUNAN UMAT BERAGAMA MENURUT ISLAM
Kerukunan umat beragama dalam islam yakni Ukhuwah Islamiah. Ukhuah islamiah berasl dari kata dasar “Akhu” yang berarti saudara, teman, sahabat, Kata “Ukhuwah” sebagai kata jadian dan mempunyai pengertian atau menjadi kata benda abstrak persaudaraan, persahabatan, dan dapat pula berarti pergaulan. Sedangkan Islaiyah berasal dari kata Islam yang dalam hal ini menjadi atau memberi sifat Ukhuwah, sehingga jika dipadukan antara kata Ukhuwah dan Islamiyah akan berarti persaudaraan islam atau pergaulan menurut islam.
Dapat dikatakan bahwa pengertian Ukhuah Islamiyah adalah gambaran tentang hubungan antara orang-orang islam sebagai satu persaudaraan, dimana antara yang satu dengan yang lain seakan akan berada dalam satu ikatan. Ada hadits yang mengatakan bahwa hubungan persahabatan antara sesame islam dalam menjamin Ukhuwah Islamuah yang berarti bahwa antara umat islam itu laksana satu tubuh, apabila sakit salah satu anggota badan itu, maka seluruh badan akan merasakan sakitnya. Dikatakan juga bahwa umat muslim itu bagaikan sutu bangunan yang saling menunjang satu sama lain.
Pelaksanaan Ukhuwah Islamiyah menjadi actual, bila dihubungkan dengan masalah solidaritas social. Bagi umat Islam, Ukhuwah Islamiyah adalah suatu yang masyru’ artinya diperintahkan oleh agama. Kata persatuan, kesatuan, dan solidaritas akan terasa lebih tinggi bobotnya bila disebut dengan Ukhuwah. Apabila bila kata Ukhuwah dirangkaikan dengan kata Islamiyah, maka ia akan menggambarkan satu bentuk dasar yakni Persaudaraan Islam merupakan potensi yang obyektif.
Ibadah seperti zakat, sedekah, dan lain-lain mempunyai hubungan konseptual dengan cita ukhuwah islamiyah. Ukhuwah islamiyah itu sendiri bukanlah tujuan, Ukhuwah Islamiyah adalah kesatuan yang menjelmakan kerukunan hidup umat dan bangs, juga untuk kemajuan agama, Negara, dan kemanusiaan. “Janganlah bermusuh- musuhan, maka Allah menjinakan antara hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah orang-orang yang bersaudara” (QS. Ali Imran: 103)
Artinya: “Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai dan berselisih sesudah dating keterangan yang jelas kepada mereka. Mereka itulah orang0orang yang mendapat siksa yang berat. (QS. Ali Imran 105).
MANFAAT KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA
Umat Beragama Diharapkan Perkuat Kerukunan Jika agama dapat dikembangkan sebagai faktor pemersatu maka ia akan memberikan stabilitas dan kemajuan negara
Menteri Agama Muhammad Maftuh Basyuni berharap dialog antar-umat beragama dapat memperkuat kerukunan beragama dan menjadikan agama sebagai faktor pemersatu dalam kehidupan berbangsa.
“Sebab jika agama dapat dikembangkan sebagai faktor pemersatu maka ia akan memberikan sumbangan bagi stabilitas dan kemajuan suatu negara,” katanya dalam Pertemuan Besar Umat Beragama Indonesia untuk Mengantar NKRI di Jakarta, Rabu.
Pada pertemuan yang dihadiri tokoh-tokoh agama Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, dan Konghucu itu Maftuh menjelaskan, kerukunan umat beragama di Indonesia pada dasarnya telah mengalami banyak kemajuan dalam beberapa dekade terakhir namun beberapa persoalan, baik yang bersifat internal maupun antar-umat beragama, hingga kini masih sering muncul.
Menurut dia, kondisi yang demikian menunjukkan bahwa kerukunan umat beragama tidak bersifat imun melainkan terkait dan terpengaruh dinamika sosial yang terus berkembang. “Karena itu upaya memelihara kerukunan harus dilakukan secara komprehensif, terus-menerus, tidak boleh berhenti,” katanya.
Dalam hal ini, Maftuh menjelaskan, tokoh dan umat beragama dapat memberikan kontribusi dengan berdialog secara jujur, berkolaborasi dan bersinergi untuk menggalang kekuatan bersama guna mengatasi berbagai masalah sosial termasuk kemiskinan dan kebodohan.
Ia juga mengutip perspektif pemikiran Pendeta Viktor Tanja yang menyatakan bahwa misi agama atau dakwah yang kini harus digalakkan adalah misi dengan tujuan meningkatkan sumber daya insani bangsa, baik secara ilmu maupun karakter. “Hal itu kemudian perlu dijadikan sebagai titik temu agenda bersama lintas agama,” katanya.
Mengelola kemajemukan Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Ma’ruf Amin mengatakan masyarakat Indonesia memang majemuk dan kemajemukan itu bisa menjadi ancaman serius bagi integrasi bangsa jika tidak dikelola secara baik dan benar.
“Kemajemukan adalah realita yang tak dapat dihindari namun itu bukan untuk dihapuskan. Supaya bisa menjadi pemersatu, kemajemukan harus dikelola dengan baik dan benar,” katanya. Ia menambahkan, untuk mengelola kemajemukan secara baik dan benar diperlukan dialog berkejujuran guna mengurai permasalahan yang selama ini mengganjal di masing-masing kelompok masyarakat.
“Karena mungkin masalah yang selama ini terjadi di antara pemeluk agama terjadi karena tidak sampainya informasi yang benar dari satu pihak ke pihak lain. Terputusnya jalinan informasi antar pemeluk agama dapat menimbulkan prasangka- prasangka yang mengarah pada terbentuknya penilaian negatif,” katanya.
Senada dengan Ma’ruf, Ketua Konferensi Waligereja Indonesia Mgr.M.D Situmorang, OFM. Cap mengatakan dialog berkejujuran antar umat beragama merupakan salah satu cara untuk membangun persaudaraan antar- umat beragama.
Menurut dia, tema dialog antar-umat beragama sebaiknya bukan mengarah pada masalah theologis, ritus dan cara peribadatan setiap agama melainkan lebih ke masalah- masalah kemanusiaan. “Dalam hal kebangsaan, sebaiknya dialog difokuskan ke moralitas, etika dan nilai spiritual,” katanya.
Ia juga menambahkan, supaya efektif dialog antar-umat beragama mesti “sepi” dari latar belakang agama yang eksklusif dan kehendak untuk mendominasi pihak lain. “Sebab untuk itu butuh relasi harmonis tanpa apriori, ketakutan dan penilaian yang dimutlakkan. Yang harus dibangun adalah persaudaraan yang saling menghargai tanpa kehendak untuk mendominasi dan eksklusif,” katanya.
Menurut Ketua Umum Majelis Tinggi Agama Khonghucu Budi S Tanuwibowo, agenda agama-agama ke depan sebaiknya difokuskan untuk menjawab tiga persoalan besar yang selama ini menjadi pangkal masalah internal dan eksternal umat beragama yakni rasa saling percaya, kesejahteraan bersama dan penciptaan rasa aman bagi masyarakat. “Energi dan militansi agama seyogyanya diarahkan untuk mewujudkan tiga hal mulia itu,” demikian Budi S Tanuwibowo.
KESIMPULAN
Kerukunan antar umat beragama dibedakan menjadi dua yaitu: Kerukunan umat
beragama antar sesama manusia dan Kerukunan umat agama menurut islam.
Kerukunan umat beragama antar sesame manusia yaitu Hubungan sesame umat beragama dilandasi dengan toleransi, saling pengertian, saling menghormati, saling menghargai dan kesetaraan dalam pengamalan ajaran agamanya dan kerja sama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Sedangkan, Kerukunan antar umat beragama menurut islam yaitu Ukhuwah Islamiyah yang berarti gambaran tentang hubungan antara orang-orang islam sebagai salah satu ikatan persaudaraan, dimana antara yang satu dengan yang lainnya seakan akan berada dalam satu ikatan..
Source
http://joehan75.wordpress.com/2011/01/13/kerukunan-antar-umat-beragama/
Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer